BAB II JIHAD SMESTER 1 KLAS XII
BAB II
JIHAD
Kompetensi Inti
1.
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menghayati
dan mengamalkan perilaku
jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai),
santun, responsif dan pro -aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian d ari
solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa
dalam pergaulan dunia.
3.
Memahami ,menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural
berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya
untuk memecahkan.
4.
Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan
mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar
|
||||
Tujuan Pembelajaran:
1. Melalui diskusi siswa dapat menjelaskan konsep
jihad yang benar sesuai dengan syariat Islam
2.
Setelah proses pembelajaran siswa dapat menunjukkan
contoh perlakuan Islam terhadap ahl al dzimmah.
A. MATERI PEMBELAJARAN
Jihad merupakan kewajiban bagi seluruh
umat Islam. Jihad yang diperintahkan adalah jihad yang sesuai dengan aturan
agama, bukan sebuah perilaku arogansi, kebrutalan yang hanya membawa bencana
bagi orang lain. Jihad yang paling besar adalah memerangi hawa nafsu sayyiah atau nafsu yang mengajak manusia
untuk berbuat yang melanggar norma agama. Jihad juga bisa dimaksudkan untuk
memerangi orang kafir, tetapi orang kafir harbi bukan orang kafir yang
meminta perlindungan kepada umat Islam.
Islam adalah agama rahmatan lil ’alamin, Islam tidak
menyukai kekerasan, pemaksaan maupun merampas hak orang lain. Walau demikian
ketika orang Islam diserang maka umat Islam harus mengerahkan sekuat tenaganya
untuk menahan serangan dan membela diri. Agar lebih bisa dimengerti bagaimana
cara-cara mempertahankan diri maka ada aturan - aturan yang harus dipatuhi oleh
umat Islam. Aturan-aturan itu akan dijelaskan dalam bab ini, yang meliputi
jihad, dan perlakuan umat Islam terhadap ahl dzimmah.
1.
Pengertian Jihad
Kata jihad dalam bahasa
Arab merupakan bentuk mashdar dari kata jâhada yujâhidu jihâdan wa
mujâhadatan. Asal katanya adalah jahada yajhadu jahdan/juhdan yang berarti kekuatan (al-thâqah) dan upaya
jerih payah (al-masyaqqah). Secara
bahasa jihad berarti mengerahkan segala kekuatan dan kemampuan untuk membela
diri dan mengalahkan musuh. sedangkan menurut istilah ulama fikih adalah
perjuangan melawan orang-orang kafir untuk tegaknya agama Islam. Jihad juga
dapat berarti mencurahkan segenap upaya dan kemampuan untuk menghadapi segala
sesuatu yang berhubungan dengan kesulitan dan penderitaan. Sehingga, jâhada berarti mencurahkan segala kemampuan dalam membela dan memperoleh
kemenangan. Dikaitkan dengan musuh, maka jâhada al-‘aduww berarti membunuh musuh, mencurahkan segenap tenaga untuk
memeranginya, dan mengeluarkan segenap kesungguhan dalam membela diri darinya.
Pelaku jihad disebut mujâhid. Dari akar kata yang sama lahir
kata ijtihâd yang berarti upaya sungguh-sungguh
dengan mengerahkan segala kemampuan untuk mengambil kesimpulan atau keputusan
sebuah hukum dari teks-teks keagamaan.
Dengan demikian jihad berarti sebuah upaya
sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seorang Muslim dalam melawan kejahatan dan
kebatilan, mulai dari yang terdapat dalam jiwa akibat bisikan dan godaan setan,
sampai pada upaya memberantas kejahatan dan kemungkaran dalam masyarakat. Upaya
tersebut dapat dilakukan antara lain melalui kerja hati berupa kebulatan tekad dan niat untuk berdakwah, kerja lisan berupa argumentasi dan penjelasan tentang hakikat
kebenaran ajaran Islam, kerja akal berupa perencanaan yang matang, dan kerja badan yang berupa perang atau lainnya. Oleh sebab itu jihad tidak selalu
diidentikkan dengan perang secara fisik.
Dari aspek terminologi, definisi jihad
berkisar kepada tiga aspek:
a.
Jihad yang dipahami secara umum, adalah segala kemampuan yang
dicurahkan oleh manusia dalam mencegah/membela diri dari keburukan dan
menegakkan kebenaran. Termasuk dalam kategori ini adalah menegakkan kebenaran,
membenahi masyarakat, bersunggung-sungguh serta ikhlas dalam beramal, gigih
belajar untuk melenyapkan kebodohan, bersungguh-sungguh dalam beribadah seperti
haji.
b.
Jihad dipahami secara khusus sebagai usaha mencurahkan segenap
upaya dalam menyebarkan dan membela dakwah Islam.
c.
Jihad yang dibatasi pada qitâl (perang) untuk membela agama untuk menegakkan agama Allah dan
proteksi kegiatan dakwah.
1. Dasar-dasar Jihad dalam Al Qur’an
a. QS. Al Hajj (22) : 78m
78. dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan
Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang
tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari
dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al
Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua
menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah
zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka
Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.
b.
QS.
Lukman(31): 15
15. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah
kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah
kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
2. Dasar-dasar Jihad dalam Hadis
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بُعِثْتُ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ لَا شَرِيكَ لَهُ
وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى
مَنْ خَالَفَ أَمْرِي وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ (رواه أحمد و ابن أبي شيبة)
Dari Ibn ‘Umar, Rasulullah saw bersabda, “Saya diutus
dengan pedang, hingga Allah disembah tiada serikat bagi-Nya, dan rezkiku
dijadikan di bawah naungan tombak, kehinaan bagi siapa yang menyalahi
perintahku, dan siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk kepada kaum
tersebut.” (HR. Ahmad)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ رَجُلٌ يُرِيدُ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
وَهُوَ يَبْتَغِي عَرَضًا مِنْ عَرَضِ الدُّنْيَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا أَجْرَ لَهُ فَأَعْظَمَ ذَلِكَ النَّاسُ وَقَالُوا
لِلرَّجُلِ عُدْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَعَلَّكَ
لَمْ تُفَهِّمْهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ رَجُلٌ يُرِيدُ الْجِهَادَ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ وَهُوَ يَبْتَغِي عَرَضًا مِنْ عَرَضِ الدُّنْيَا فَقَالَ لَا
أَجْرَ لَهُ فَقَالُوا لِلرَّجُلِ عُدْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ لَهُ لَا أَجْرَ لَهُ (رواه أبو داود و أحمد و الحاكم و ابن حبان)
Dari Abu Hurairah bahwasanya
seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, seorang
ingin berjihad di jalan Allah, mencari kesenangan dunia." Rasulullah
berkata, "Ia tidak dapat pahala,” para sahabat membesar-besarkan peristiwa
tersebut dan berkata kepada pemuda tadi, kembalilah bertanya kepada Rasulullah
Saw., mungkin Anda salah paham. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, seorang ingin
berjihad di jalan Allah mencari kesenangan/keuntungan dunia. Rasulullah
menjawab, “Ia tidak dapat pahala, para sahabat berkata lagi, “Kembalilah
(bertanya) kepada Rasulullah saw!” Rasulullah menjawab pada kali yang ketiga,
“Ia tidak dapat pahala.”
حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ الْفَضْلِ
أَخْبَرَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَمْرٍو سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الْحَرْبُ خَدْعَةٌ(رواه البخاري وسلم وغيرهما)
Dari Jâbir ibn ‘Abd Allâh Ra.,
ia berkata, “Rasulullah Saw. bersabda, ‘Perang itu adalah siasat’”. (HR. Bukhâriy, Muslim, dan lain-lain).
Jihad disyariatkan pada tahun
ke-2 H. Hikmah disyariatkannya jihad adalah mencegah penganiayaan dan
kezaliman. Ulama Syafiiyah mengatakan bahwa membunuh orang kafir bukan tujuan
ijtihad. Dengan demikian apabila mereka dapat memperoleh hidayah dengan
menyampaikan bukti yang nyata tanpa berjihad, hal itu masih lebih baik daripada
berjihad.
3. Makna
Jihad
Jihad seperti yang terlintas dalam pemahaman masyarakat
dewasa ini cenderung mengartikannya sebagai perang fisik/bersenjata. Setiap mukmin diperintahkan
untuk berjihad, bukan sekadar jihad, tetapi dengan sebenar-benarnya jihad (haqqa
jihâdih/ Q.S. Al-Hajj(22) : 78). Memang ada saat-saat setiap Muslim wajib
berperang yaitu di saat musuh menyerang (QS. Al-Anfâl(8): 15, 16, 45), atau ada
perintah penguasa tertinggi (imâm) untuk berperang sebagai konsekuensi
dari taat kepada ulil amri (QS. Annisa(4): 59), dan di saat kecakapan seseorang
dibutuhkan dalam peperangan.
Beberapa alasan bahwa jihad
tidak selalu identik dengan perang melawan musuh, diantaranya:
a.
Perbedaan makna kosa kata yang di pakai al Qur’an.
Terdapat kekeliruan dalam pemaknaan kata qitâl yang disamakan dengan kata jihâd. Kekeliruan dalam membedakan keduanya dipengaruhi kesalahan
mengidentifikasi semua isyarat jihad dalam ayat-ayat madaniyah yang diatributkan sebagai jihad
bersenjata. Padahal, antara jihad dan qitâl memiliki makna dan penggunaan yang berbeda dalam al-Qur’an.
Kata qitâl berasal dari qatala-yaqtulu-qatl, yang berarti “membunuh atau menjadikan seseorang mati disebabkan
pukulan, batu, racun, atau penyakit”. Kata qitâl hanyalah salah satu aspek dari jihad bersenjata. Jihad bersenjata
adalah konsep luas yang mencakup seluruh usaha seperti persiapan dan
pelaksanaan perang, termasuk pembiayaan perang. Dengan begitu, jihad bersenjata
hanyalah salah satu bentuk dari jihad yang juga melibatkan jihad damai. Atas
dasar itu, konteks jihad dalam al-Qur’an tidak dapat disamakan dengan qitâl.
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu
adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia
Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia Amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS.
Al Baqarah (2) : 216)
Semasa Nabi Muhammad SAW hidup,
peperangan terjadi sebanyak 17 kali. Ada juga yang menyebutnya 19 kali; 8
peperangan di antaranya yang diikuti Nabi ada
[23] Namun,
patut dicatat bahwa perang yang dilakukan Nabi SAW adalah untuk perdamaian.
Sebagai contoh, sebuah riwayat menyebutkan bahwa ketika penduduk Yatsrib
berkeinginan menghabisi penduduk Mina, Nabi SAW menghalanginya, sebagaimana
tersebut dalam hadis berikut:
الْعَبَّاسُ بْنُ عُبَادَةَ بْنِ
نَضْلَةَ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَئِنْ شِئْتَ لَنَمِيلَنَّ عَلَى أَهْلِ
مِنًى غَدًا بِأَسْيَافِنَا قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ أُومَرْ بِذَلِكَ
Abas bin ubadah bin nadhlah: Demi Allah yang telah
mengutusmu atas dasar kebenaran, sekirang engkau mengizinkan niscaya penduduk
Mina itu akan kami habisi besok dengan pedang kami. Rasulullah saw berkata,
“Saya tidak memerintahkan untuk itu”. (HR. Ahmad
dari Ka‘b ibn Mâlik)
b. Kata jihad
telah digunakan dalam ayat-ayat yang turun sebelum Nabi berhijrah (makkiyyah),
padahal para ulama sepakat menyatakan kewajiban berperang baru turun pada tahun
ke 2 hijriyah, yaitu dengan turunnya firman Allah :
39. telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi,
karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan sesungguhnya Allah, benar-benar
Maha Kuasa menolong mereka itu,
40. (yaitu)
orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang
benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah".
dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian
yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja,
rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak
disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong
(agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa.
Di antara ayat-ayat Makkiyyah
yang berbicara tentang jihad yaitu:
1) QS.
Al-Nahl(16) : 11 yang menjelaskan tentang mereka yang
berhijrah setelah mengalami berbagai cobaan dan penderitaan, yaitu para sahabat
yang terpaksa berhijrah ke Habasyah saat Nabi dan para sahabatnya masih berada
di Mekkah. Surah al-Nahl disepakati oleh
para ulama sebagai surah makkiyah yang turun sebelum Nabi berhijrah. Pada ayat tersebut
mereka digambarkan sebagai orang-orang yang jâhadû wa shabarû. Kata jâhadû di sini tidak berarti perang,
tetapi berupaya sungguh-sungguh dalam menyampaikan dakwah dan menanggung beban
penderitaan sebagai akibat darinya.
2)
Pada pembukaan QS. Al-Ankabut yang juga disepakati para ulama
sebagai surah makkiyyah, Allah menjelaskan keniscayaan cobaan (fitnah)
bagi setiap mukmin, seperti halnya yang dialami oleh Nabi dan para sahabatnya
(ayat 2-3). Lalu pada ayat yang ke 6 dijelaskan,
6. dan Barangsiapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu
adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Kata jihad yang dimaksud pada
ayat tersebut bukanlah berperang melawan musuh, tetapi jihad menanggung beban
penderitaan dengan bersabar.
Surah al-Ankabut ini juga
ditutup dengan ayat yang mengandung kata jihad. Allah berfirman:
69.
dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah
benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
Sekali lagi kata jihad di sini
juga tidak berarti perang di jalan Allah, tetapi jihad maknawi yang berupa
jihad melawan hawa nafsu dan setan.
3)
Pada QS. Al-Furqan(25) : 52 yang juga turun sebelum Nabi berhijrah
(makkiyyah) Allah berfirman :
52. Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan
berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan Jihad yang besar.
Nabi diminta untuk tidak tunduk
pada orang-orang kafir, dan sebaliknya beliau diperintahkan untuk berjihad
dalam menghadapi mereka, bukan dengan memerangi secara fisik, tetapi dengan
menyampaikan al-Qur`an dengan penjelasan yang kuat dan argument yang kuat. Dhamîr ha pada kata wajâhidhum bihî dipahami oleh para ahli tafsir
sebagai pengganti atau menunjuk kepada al-Qur`an.
Bukti lain dari al-Qur`an yang menunjukkan bahwa
jihad tidak identik dengan perang adalah firman-Nya dalam QS. al-Taubah(9): 73,
73.
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu,
dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka ialah Jahannam. dan itu
adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.
Ayat di atas menyebutkan
sasaran atau obyek jihad adalah orang-orang kafir dan munafik. Seperti
diketahui, orang-orang munafik tidak diperangi seperti halnya orang-orang
kafir, sebab secara zahir mereka adalah Islam walaupun secara batin mereka
inkar. Secara zahir mereka melaksanakan salat, membayar zakat, bahkan ikut
berperang walaupun dengan bermalas-malasan (lihat perilaku mereka dalam QS.
Al-Nisa(4): 142 dan QS. Al-Taubah(9): 54). Nabi hanya diminta untuk menghukumi
keislaman seseorang berdasarkan bukti-bukti lahiriah, sedangkan perkara batin
sepenuhnya menjadi wewenang Tuhan. Dengan begitu, jiwa mereka terlindungi, dan
tidak boleh dibunuh atau diperangi. Maka jihad menghadapi orang-orang munafik
yang diperintahkan oleh ayat di atas dipahami tidak dengan memerangi mereka,
tetapi mendakwahi mereka dengan argumentasi yang kuat dan berupaya
menghilangkan keraguan dari diri mereka serta menanamkan keyakinan yang teguh
dalam hati mereka.
Dalam konteks kekinian, jihad
melalui lisan dan penjelasan petunjuk agama dapat dilakukan dengan pendekatan
verbal (al-bayân al-syafahiy), seperti khutbah dan pengajian, pendekatan
melalui tulisan (al-bayân al-tahrîriy) seperti buku, majalah, bulletin
dan lain sebagainya, pendekatan media (al-bayân al-I’lâmiy) seperti
televisi, radio dan media online, dan pendekatan dialog (al-hiwâr), seperti dialog antar
agama atau dialog peradaban.
Jadi selain jihad ‘militer’
(bersenjata/ al-jihâd al`askariy)) ada bentuk-bentuk lain dari jihad dalam Islam, yaitu jihad
spiritual (al-jihâd al-rûhiy) yang obyeknya adalah jiwa manusia yang
selalu cenderung mengikuti hawa nafsu dan jihad dalam bentuk dakwah (al-jihâd
al-da`wiy) dengan menyampaikan risalah al-Qur`an secara baik dan benar.
Dalam kaitan jihad dakwah ini diperlukan kesabaran dalam menghadapi berbagai
cobaan dan rintangan.
Yang tidak kalah pentingnya
dengan jihad bersenjata untuk dilakukan saat ini yaitu jihad membangun
peradaban. Syeikh Yusuf al-Qaradhawi dalam buku Fiqh al-Jihâd mengistilahkan dengan kata al-jihâd
al-madaniyy, yaitu jihad untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat di berbagai bidang dan mengatasi problematikanya yang beragam.
Obyeknya sangat luas, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, bidang sosial,
ekonomi, pendidikan, kesehatan/ kedokteran, lingkungan dan aspek-aspek
peradaban lainnya. Kewajiban berjihad di sini antara lain berupa upaya
mencerdaskan masyarakat melalui pendidikan dan membangun sekolah yang
berkualitas, mengentaskan kemiskinan dan menekan angka pengangguran, melatih
tenaga kerja agar terampil, menangani anak-anak jalanan yang terlantar, dan
menyediakan fasilitas pengobatan yang dapat dinikmati masyarakat luas.
Demikian cakupan makna jihad
yang amat luas, yaitu bukan hanya sekedar jihad bersenjata. Meskipun dalam
beberapa literature klasik jihad didefinisikan sebagai perang di jalan Allah
tetapi dalam implementasi dan penerapannya terdapat beberapa prasyarat dan ketentuan
yang harus dipenuhi, di samping perbedaan pendapat di kalangan ulama seputar
kewajibannya.
4. Macam-Macam
Jihad
Pakar
bahasa al-Qur`an, Raghib al-Ashfahani, menyebutkan tiga bentuk jihad, yaitu:
jihad melawan musuh yang nyata, jihad melawan setan, dan jihad melawan hawa nafsu.Menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah ada 4
tingkatan yakni, jihad melawan hawa nafsu, jihad melawan setan, jihad melawan
orang-orang kafir dan jihad melawan orang-orang munafik.
Berikut
pembahasan tentang macam-macam jihad diantaranya :
a. Jihad melawan hawa nafsu
Jihad melawan hawa nafsu
penting dilakukan, sebab jiwa manusia memiliki kecenderungan kepada keburukan
(QS. Yusuf (12): 53) yang dapat merusak kebahagiaan seseorang, dan itu tidak
mudah dilakukan, sebab hawa nafsu ibarat musuh dalam selimut, seperti dikatakan
Imam al-Ghazali, hawa nafsu adalah musuh yang dicintai, sebab ia selalu
mendorong kepada kesenangan yang berakibat melalaikan.
“ dan aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,
kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha Penyanyang.”
Jihad melawan hawa nafsu dapat
dilakukan dengan:
1) Mempelajari petunjuk-petunjuk
agama yang dapat mengantarkan jiwa kepada keberuntungan dan kebahagiaan
2) Mengamalkan apa yang ia telah
ketahui
3) Mengajak orang lain untuk
mengikuti petunjuk agama. Dengan berilmu, beramal dan mengajarkan ilmunya
kepada orang lain seseorang dapat mencapai tingkatan yang disebut dengan rabbaniyy.
4) Bersabar dan menahan diri dari
berbagai cobaan dalam menjalankan dakwah.
b. Jihad melawan setan
Jihad melawan setan, berupa
upaya menolak segala bentuk keraguan yang menerpa keimanan seseorang dan
menolak segala bentuk keinginan dan dorongan hawa nafsu. Keduanya dapat
dilakukan dengan berbekal pada keyakinan yang teguh dan kesabaran. Allah
berfirman QS. As Sajadah (32): 24,
“ dan Kami jadikan di antara mereka itu
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka
sabar. dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.”
Ayat di atas menegaskan bahwa
kemuliaan dalam beragama dapat diperoleh dengan dua hal; kesabaran dan
keyakinan. Dengan kesabaran seseorang dapat menolak segala bentuk keinginan dan
dorongan hawa nafsu, dan dengan keyakinan seseorang dapat menolak segala bentuk
keraguan.
c. Jihad melawan orang-orang kafir
dan orang munafik
Jihad melawan orang-orang kafir
dan munafik adalah dengan upaya melalui pendekatan hati, lisan, harta dan jiwa.
Selain itu ada bentuk lain dari jihad yaitu melawan kezaliman dan kemaksiatan,
juga dengan pendekatan hati, lisan, harta dan jiwa.
Hai Nabi, perangilah orang-orang
kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat
mereka adalah Jahannam dan itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali.
5. Tujuan Jihad
Tujuan jihad dalam Islam untuk
mempertahankan dan membela serta meninggikan agama Islam. Itulah tujuan pokok
perang dalam Islam. Disamping itu tujuan perang dalam Islam ini dapat
disebutkan lebih rinci sebagai berikut:
a. Mempertahankan hak-hak umat Islam
dari perampasan pihak lain.
b. Memberantas segala macam fitnah
Firman
Allah SWT:
Artinya,” Dan perangilah mereka itu, sehingga
tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk
Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan
(lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.”
c. Memberantas kemusyrikan, demi meluruskan tauhid.
Firman
Allah SWT:
Artinya: “perangilah kaum musyrikin itu
semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah
bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
d.
Melindungi manusia dari segala bentuk kezaliman dan ketidakadilan.
Firman Allah SWT dalam surat al-hajj(22):39
39.
telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha
Kuasa menolong mereka itu.
6. Hukum Jihad
Hukum jihad untuk mempertahankan
dan memelihara agama dan umat Islam (serta Negara) hukumnya wajib.
1)
Sebagian ulama sepakat jihad hukumnya fardhu ain.
Firman Allah SWT Qs. atTaubah (9):41
41.
Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan
berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu
adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
2)
Sebagian ulama sepakat jihad hukumnya fardhu kifayah.
Firman Allah SWTQs. An-Nisa (4):95
95.
tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak
mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta
mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan
jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. kepada masing-masing mereka
Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang
yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.
Maksudnya: yang tidak berperang karena uzur.
Maksudnya: yang
tidak berperang tanpa alasan. sebagian ahli tafsir mengartikan qaa'idiin di
sini sama dengan arti qaa'idiin Maksudnya: yang tidak berperang karena uzur.
3)
Hukum jihad bisa berubah menjadi fardhu ‘ain bagi orang yang telah
bergabung dalam barisan perang. Begitu
juga bagi setiap individu jika musuh
telah mengepung kaum muslimin dengan syarat:
a)
Jika jumlah orang-orang kafir tidak melebihi 2 kali lebih besar
dibandingkan kaum muslimin dengan penambahan pasukan yang dapat diperhitungkan.
b)
Tidak ditemukan udzur, baik sakit maupun tidak ada senjata dan
kendaraan perang.
c)
Jihad tidak bisa dilakukan dengan berjalan kaki
Jadi jika dari salah
satu dari ketiga hal tersebut tidak terpenuhi, maka boleh meninggalkan
peperangan.
7.
Syarat-
Syarat wajib jihad
a)
Islam
b)
Dewasa
(Baligh)
c)
Berakal
sehat
d)
Merdeka
e)
Laki-laki
f)
Sehat
badannya
g)
Mampu
berperang
Jihad tidak diwajibkan bagi orang kafir dan anak-anak.
Hal ini sesuai dengan firman Allah:
Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang
lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa
yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka Berlaku ikhlas kepada Allah dan
Rasul-Nya. tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang
berbuat baik. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
8.
Etika Perang dalam Islam
a) Tidak boleh memerangi orang yang memusuhi Islam dan
umat Islam sebelum diberi peringatan. Setelah ada peringatan ternyata tetap
menganggu, baru diadakan perang.
b) Tidak boleh membunuh anak-anak, wanita, orang tua (yang
tidak ikut perang)Sabda Nabi SAW :
عَنْ
نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ امْرَأَةً
وُجِدَتْ فِي بَعْضِ مَغَازِي النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَقْتُولَةً فَأَنْكَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَتْلَ
النِّسَاءِ وَالصِّبْيَانِ(رواه البخارى ومسلم)
Artinya : “Dari Nafi’ bahwa Abdullah r.a mengabarkan kepada
ayahnya bahwa ada serang wanita yang ditemukan (dalam keadaan terbunuh)
disebagian peperangan Nabi SAW.Beliau tidak membenarkan pembunuhan atas
peempuan dan anak-anak. [HR. Bukhori Muslim ]
c)
Tidak boleh membuat kerusakan harta. Seperti
menebangi kayu, merusak jembatan, membakar kota dll.
d)
Tidak boleh menggangggu apalagi membunuh
utusan yang dikirim musuh secara resmi.
Firman Allah SWT.
Artinya : “Dan janganlah sekali kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berbuat tidak adil. “
e)
Tidak boleh membunuh musuh yang menyatakan
menyerah.
القوم اذا اسلموا اخرجوا دماءهم واموالهم (رواه ابو داود)
Artinya : “Suatu kaum apabila mereka telah menyatakan
masuk Islam berarti mereka telah menyelamatkan darah dan harta mereka.”
(Disampaikan oleh Abu Daud).
9. Masalah Jihad Bersenjata
Secara umum jihad ‘bersenjata’ memiliki dua
bentuk, pertama: perang yang bersifat defensif (jihad al-daf`i), yaitu
saat musuh menyerang dan menduduki wilayah Islam, atau saat mereka merebut
jiwa, harta dan kehormatan umat Islam walau tanpa menduduki wilayahnya. Kedua:
perang yang bersifat ofensif (jihâd al-thalab), yaitu saat musuh
berada di wilayahnya umat Islam menyerangnya untuk memperluas wilayah kekuasaan
yang akan membuka dan melapangkan jalan dakwah.
Para ulama berbeda pendapat
seputar hukum jihad bersenjata ini yaitu sebagian ulama seperti Ibnu Syubrumah
dan al-Tasuri berpendapat jihad dengan pengertian perang yang bersifat ofensif
hukumnya sunah, tidak wajib. Ungkapan kutiba `alaykumul qitâl (QS. Al-Baqarah : 216) dipahami tidak dengan pengertian wajib,
tetapi sunah, sama dengan perintah berwasiat sebelum meninggal yang dipahami
sebagai sunnah padahal juga diawali dengan ungkapan kutiba `alaykum (QS. Al-Baqarah : 180). Pada
awalnya pendapat ini juga dinisbahkan kepada Ibnu Umar, salah seorang sahabat
Nabi. Ulama lainnya dari kalangan tabi`in seperti Atha’
dan Ibnu al-Mubarak berpendapat hukumnya wajib bagi para sahabat yang hidup di
masa Nabi, sedangkan pengikut Nabi yang hidup sepeninggalnya tidak diwajibkan.
Jumhur ulama berpendapat hukumnya fardhu
kifayah, dengan pengertian apabila telah dilakukan oleh sekelompok orang maka
kewajiban yang lainnya menjadi gugur, dan bila tidak ada seorang pun yang
melakukan maka seluruh umat Islam berdosa. Namun dalam keadaan tertentu seperti telah dijelaskan di atas
kewajiban jihad bersifat individual (fardhu `ain). Dalam menjelaskan
kewajiban yang bersifat kifayah para ulama memberi batasan, antara lain
kewajiban berperang tersebut diputuskan oleh pemimpin tertinggi dengan
pertimbangan kekuatan yang dimiliki umat Islam dapat menandingi kekuatan musuh,
bila tidak seimbang maka tidak diwajibkan maju ke medan perang.
Dari
keterangan di atas dapat disimpulkan beberapa penghalang atau yang menyebabkan
kewajiban berperang itu gugur, antara lain kekuatan yang lemah secara kualitas
dan kuantitas, musuh yang akan diserang memiliki pandangan yang cukup bagus
tentang Islam, dan berupaya untuk ditarik ke dalam barisan umat Islam melalui
jalan damai, bukan dengan perang, dan pertimbangan penguasa berdasarkan
kemaslahatan masyarakat.
Para ulama menyebutkan bahwa jihad
bersenjata menjadi fardhu ‘ain pada tiga kondisi:
a.
Apabila pasukan Muslimin dan kafirin (orang-orang kafir)
bertemu dan sudah saling berhadapan di medan perang, maka tidak boleh seseorang
mundur atau berbalik.
b.
Apabila musuh menyerang negeri muslim yang aman dan
mengepungnya, maka wajib bagi penduduk negeri untuk keluar memerangi musuh
(dalam rangka mempertahankan tanah air), kecuali wanita dan anak-anak.
c.
Apabila Imam meminta satu kaum atau menentukan beberapa
orang untuk berangkat perang, maka wajib berangkat. Dalilnya adalah surat
at-Taubah(9): 38-39
38.
Hai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu:
"Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat
dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia
sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini
(dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit. 39. jika kamu tidak
berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih
dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan
kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dalam konteks kekinian, beberapa hal yang
menyebabkan jihad dengan pengertian perang offensif gugur adalah manakala
seluruh negara yang ada di dunia ini sepakat untuk mewujudkan perdamaian dan
mencegah peperangan serta menyelesaikan konflik dengan cara-cara damai, atau
melalui berbagai media masa (cetak maupun elektronik). Pada saat dunia
internasional menyerukan perdamaian maka tidak lazim jika umat Islam menyerukan
peperangan, padahal dalam ajaran Islam banyak terkandung ajaran yang mengajak
kepada kedamaian dan perdamaian.
Dari fakta-fakta historis dan redaksi
al-Qur’an serta hadis yang menjelaskan jihad secara fisik, Muhammad ‘Abduh
menginduksi 28 teori berkaitan dengan etika serta aturan perang dalam Islam dua
terpenting di antaranya adalah:
a. Perintah qitâl berkaitan dengan penolakan terhadap intimidasi kaum kafir yang
melampaui batas. Hal ini dilakukan untuk mencegah kerusakan atau kebrutalan
serta mengokohkan kemaslahatan kaum muslim. Kaidah ini dipahami dari pemahaman
ayat yang menyatakan agar tidak melampau batas ketika berperang di jalan Allah
swt. (Al Baqarah (2): 190).
b. Hendaknya tujuan utama adalah
membela diri (defensive) akan teror yang dilancarkan kepada kaum muslimin dan menciptakan
suasana aman dalam menjalankan syariat agama.
SOAL EVALUASI
Berilah tanda
silang (x) huruf a, b, c, d, atau e pada jawaban yang benar !
1. Berjuang dijalan Allah membutuhkan….
a. Harta yang melimpah
b. Senjata yang canggih
c. Teman yang banyak
d. Pasukan yang terlatih
e. Niat yang ikhlas
2. Arti dari “rahmata lil alamin” adalah…
a. Pembawa kebahagiaan kepada alam semesta
b. Pembawa kebaikan bagi alam semesta
c. Yang memiliki alam semesta
d. Peguasa alam semesta
e. Ekspansi ke seluruh alam
3. Lafad jihad berasal dari kata al-jahdu
yang artinya…..
a. Kelelahan
b. Kemampuan
c. Kepayahan
d. Perjuangan kepantasan
4. Sifat-sifat wajib yang dimiliki para Nabi dan utusa Allah yang sangat
berkaitan dengan dakwah adalah…
a. Sidiq
b. Tablig
c. Amanah
d. Fatonah
e. Syaja’ah
5. Kaum yang tidak mau menyembah
Allah Swt disebut kaum….
a. Munafik
b. Murtad
c. Kafir
d. Muslim
e. Mukmin
6. Jihad artinya mengerahkan seluruh kemampuan yaitu kemampuan mendapatkan
yang dicintai Allah dan menolak yang dibenci Allah. pernyataan tersebut
merupakan definidi jihad menurut……
a. Imam An-Nawawi
b. Ibnu Taimiyah
c. Ibnu Hajar Al-Asqalani
d. Ibnu Rasyid
e. Ibnu Qayim
7. Tujuan utama dari dakwah adalah …..
a. Memperbanyak kaum muslimin
b. Meluaskan daerah kekuasaan islam
c. Menyatukan negara-negara yang ada didunia ini
d. Membebaskan manusia dari bentuk penyembahan kepad makhluk
e. Mengembangkan budaya arab ke seluruh dunia
8. Ibadah yang menjadi tiang agama ini adalah…
a. Salat
b. Dakwah
c. Jihad
d. Zakat
e. Sedekah
9. Dalam kaidah hokum islam, setiap
dalil yang berisi perintah menggunakan …..dilakukan oleh kaum muslimin.
a. Wajib
b. Sunah
c. Makruh
d. Mubah
e. Haram
10. Puncak amalan dari agama ini adalah….
a. Salat
b. Zakat
c. Dakwah
d. Haji
e. Jihad
Komentar
Posting Komentar